Halaman

Kamis, 15 September 2011

SIM Bodoh [Part 3]

PREVIEW : Sekali lagi, ini adalah lanjutan dari cerita SIM Bodoh [Part 2]. Di sini dibahas apa yang terjadi di Tigaraksa sehingga diharapkan cerita ini dibaca hingga selesai.

Tepat Jumat pagi setelah mengantar ayahandah saya dengan sepeda motor dari rumah sampai kantor Karawaci dengan berbekal SIM C yang lumayan basi, saya lanjutkan menuju rumah teman saya yang di Serpong untuk menemani saya ke Tigaraksa. Ya ini, bodohnya saya, saking tidak tahunya jalan dari Karawaci ke Tigaraksa, saya bela - belain menjemput teman yang berdomisili di Serpong. What a waste time!

Ok, lanjut! Setelah masuk ke perumahannya aja masih agak ragu, kok jalanannya jelek bener dah? Saya telepon dua kali hingga akhirnya saya berhenti tepat di depan rumahnya. Wusss.... segera kami langsung  berangkat sekitar pukul 7.12. Ambil jalan kabupaten, awal - awal sih kurang begitu bagus meskipun jalannya cor - coran. Kalau kalian melihat langsung, pasti paham deh kenapa jalannya kurang bagus. Ya, Kabupaten Tangerang terkenal sebagai daerah industri. Enough mengenai perjalanan! 

Tembus di daerah belakang dekat kantor bupati, kemudian menuju ruko - ruko tempat Polrestro Tangerang Kabupaten berada. Dan ternyata, Polrestro sudah pindah dan OMG! Tigaraksa nggak berubah sejak 5 tahun yang lalu, yups, antah - berantah. Setiap berada di sini serasa berada di dalam film Lucky Luke atau Jesse James, ckckc (¬_¬").

Saya dan teman saya bertanya kepada tukang ojek dan kami langsung dapat petunjuk. Tepat di depan Polrestro eh malah ada yang upacara, saya langsung mematikan mesin motor dan teman saya menghampiri polisi berbadan besar yang berjaga di situ untuk menanyai di mana tempat perpanjangan SIM. Ah, laganya sudah tampak hendak menyantap kami. Inisiatif, saya langsung putar balik dan dipanggil oleh seorang bapak menyuruh memarkirkan sepeda motor saya terlebih dahulu.

Segera saya parkir dan ya!

Saya ditembak!

Betul sekali saya ditembak!

Tenonenoooong....

Mungkin dari sinilah adanya istilah "SIM Nembak".

"Perpanjang SIM yah? Udah mati berapa lama?" nih orang kok bisa baca pikiran saya ya? hmmm...

"Tempat perpanjang SIMnya di mana yah, Pak?" saya to the point.

"Udah, sama saya aja sini biar saya yang urus."

"Kalo mau ngurus sendiri ke sebelah mana ya, Pak?" saya nggak mau kalah.

"Sama saya aja, persentasenya beda dikit kok." ah, saya paling malas dengan arah pembicaraan seperti ini, kenapa tidak blak - blakan saja?

"Kalo sama Bapak kena berapa nih, Pak?" saya mau memastikan.

"Sama saya 22 ajalah." Andai dia tahu kalau saya ini masih mahasiswa :'(

"Dua ratus dua puluh ribu?!" retoris.

"Iya segitulah..." saya perhatikan pakaiannya. Dia berbaju batik, kan hari Jumat, kaos dalemnya coklat, ooh polisi, saya jadi inget kakak sepupu saya yang polisi. Memang, menjadi polisi biasa tidak terlalu besar gajinya, tapi pas kemaren lebaran saya malah nembak amplop lebaran ke istrinya. Tidak ada salahnya saya berbagi rezeki dengan bapak yang satu ini, lagipula dia tidak juga memberitahu letak tempat perpanjangan SIM. -___-

"Ya udah deh, Pak." lelah saya bertanya dan saya melirik teman saya dengan mata saya berkata 'gua nyerah deh'.

Saya menyerahkan 2 lembar fotokopi KTP.

"Fotokopinya nggak ada lagi nih?"

"Kan emang butuhnya cuma 2, Pak!" saya penuh keyakinan hahaha...

"Siapa bilang cuma 2?" lirik dia dengan penuh kekhawatiran.

Kami masuk ke ruangan cek kesehatan, tapi saya malah dikasih lembar asuransi untuk nanti ditukar. Dan biaya kartu asuransi itu beda lagi, sebesar Rp10.000. Kemudian saya disuruh menuju ruang foto. Tapi saya dan teman saya malah berdiri di depan loket pendaftaran perpanjangan SIM dan kalian tahu biayanya?

Perpanjangan SIM C hanya Rp75.000.

Yaaa... hanya Rp75.000.

Aaaah, tapi saya pernah baca di Kaskus kalau biaya bersihnya itu lebih dari itu. Malah yang aneh, asuransi kok cuma Rp10.000 padahal seharusnya Rp30.000.

"Eh kalian ngapain di situ, masuk sini, Sayaaaaang!"

"Eeeew..." bapak itu manggil kami 'sayang', males bangeeeet -_____-

Kami masuk ke belakang loket tadi yang ternyata adalah ruang tunggu. Di sana sudah banyak yang sedang antri. Saya ngobrol dengan teman saya sekitar pukul 8.20 hingga 8.45 kemudian saya masuk ke dalam ruang foto dengan yang lainnya.

Sang petugas hanya berbicara seperti ini, "Untuk persiapan, Bapak Ilham.." terus dia melayani yang dihadapannya selalu dengan kata seperti ini, "Tempel jempol kiri di sini, ya, ganti kanan, terus tandatangan di sini, sekarang duduknya agak mundur, wajah menghadap kamera!"

Jepreeeet!


Kita disuruh menunggu 10 menit di loket belakang untuk mengambil hasilnya. Pukul 9.15, saya mengambil teman saya yang masih menunggu di ruang tunggu dan kami niat pulang, tapi kertas asuransi ini bagaimana? Eh dicegah ama bapak yang tadi, ternyata dia masih patroli di tempat parkir untuk cari tembakan lainnya. Bhahaha....

"Kalian udah selesai? Asuransinya udah diambil?"

"Ah, yang ini, Pak? Belum." saya menunjukkan lembaran asuransi yang dia berikan tadi.

"Haduh, ayo ayo sini!" untung gak dipanggil 'sayang' lagi. Huff...

Sambil berjalan si bapak ngajak ngobrol, "Abis ini langsung ke tempat kerja nih?"

"Ah nggak, Pak, kita masih kuliah."

"Ooh, mahasiswa, hmm... semoga pada jadi pemimpin yang baik deh." 

"Amin amin, Pak!" Sedikit testimoni buat si bapak, ngomongnya halus, senyumnya sumringah, perawakannya santai, bawaannya tenang, jalannya tegak. Saya ikhlas, Pak, saya niatkan sedekah setelah saya lihat kaos dalem coklat itu.

Lanjut kami pulang melalui jalan yang sama seperti berangkat.

Kebodohan bukan ada pada diri kita masing - masing, melainkan kebodohan itu hadir dari ketidaktahuan kita. Sebelum melakukan hal - hal penting dalam hidup ini, ada baiknya kita memiliki pengetahuan. Ingat! Berilmu sebelum beramal dan beramallah setelah berilmu. Nice!

Kebenaran dan kecerdasan datangnya dari Yang Mahabenar dan Mahacerdas, sedangkan kebodohan datangnya dari ketidaktahuan saya. Wassalam. :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar